OPINI

Heng Teng Soan Mantan Redaktur The Daily Telegraf

39
×

Heng Teng Soan Mantan Redaktur The Daily Telegraf

Sebarkan artikel ini
Heng Teng Soan Mantan Redaktur The Daily Telegraf

Heng Teng Soan Mantan Redaktur The Daily Telegraf 
Oleh: Rachim Kallo

Masih suasana perayaan Imlek Tahun 2571- 25 Januari 2020( Tahun Tikus Membawah Unsur Logam Emas)bagi keturunan tionghoa di makassar, awak media menyambangi salah seorang keturunan tionghoa, namanya Heng Teng Soan.

Heng Teng Soan Mantan Redaktur The Daily TelegrafAngko Soan biasa disapa, sosok wartawan senior yang terlupakan. Mantan Redaktur di Koran The Dayly Telegraf Makassar sejak tahun 1958. Koran berhalaman 4 ini semuanya berbahasa mandarin. Halaman 1 berita-berita luar negeri, halaman 2 berita seputar kota makassar, halaman 3 berita daerah seperti dari surabaya, pare-pare dan halaman 4 iklan.

Kata Ko Soan yang kini berusia 85 tahun masih sehat dan lancar bicara saat kami rekan-rekan media mampir di kediamannya yang kebetulan pemilik Warkop Sahabat di perapatan Jalan Lagaligo dengan Lasinrang.

Mengelola Koran Mandarin The Dayly Telegraf berenam bersama teman sejawatnya. Redaktur merangkap wartawan digelutinya hingga harian ini ditutup masa awal rezim Soeharto menjabat Presiden Republik Indonesia.

Meski tidak memiliki media lagi Ko Soan yang memang hobby menulis tidak putus asa. Dia lanjutkan tulisan-tulisannya di Koran Mandarin di Surabaya. Di Media Tak Kum Pao yang kemudian berubah nama Harian Nusantara. Karena harian ini pembacayanya cukup banyak di Makassar, Pare-pare maupun di Palu.

Kelahiran Makassar tahun 1935, SD diselesaikan di Jalan Lombok (kini jadi hotel dinasty), SMP dan SMA di Jalan Cakalang. Ko Soan selain jadi wartawan pun mengelola warkop sahabat warisan dari neneknya yang saat itu pulang ke tiongkok untuk menghabiskan masa tuanya disana. Jadilah Ko Soan mewarisi warkop sahabat dari ibunya sejak tahun 1967.

Lelaki tinggi yang sudah resmi jadi WNI sejak tahun 1975 yang tidak mau disebut tionghoa keturunan, menurutnya sejak WNI sudah disandang maka tidak ada lagi istilah keturunan dan perbedaan itu. “Sebaiknya kebudayaan tiongkok menjadi bagian dari kebudayaan indonesia”, harap kakek Ko Soan.

Menurut Moeh. David Aritanto (MDA) salah satu jurnalis, seniman dan budayawan tionghoa peranakan bugis makassar yang juga hadir di sore (28/01/2020)bersama wartawan senior TVRI Sulsel Tono dan penulis. MDA mengatakan wartawan yang dilupakan komunitas tionghoa di makassar.

” Diwarkopnya semua wartawan Pedoman Rakyat kala itu kerap kumpul. Termasuk cikal bakal, Saya kenal beliau. Awal Saya Jadi Jurnalis.”ujar MDA mengenang.

Penulis : Rachim Kallo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *