Relevankah PERPPU Nomor 1 Tahun 2020 Dalam Penanganan COVID-19

Oleh: Noviyanti Malaha
Ketua BEM Fakultas Hukum
Universitas Dayanu Ikhsanuddin

Pemerintah Indonesia dalam rangka menangani Covid-19 mengambil langkah dengan memperhitungkan seluruh aspek yang saling mempengaruhi yaitu Kesehatan, Psikologi Masyarakat, Sosial dan Ekonomi Nasional.

“Pemerintah juga bergerak cepat dengan melakukan kalkulasi yang matang terhadap dampak kebijakan yang diambil dan antisipasi penyebaran Covid-19 terhadap masyarakat dan perekonomian nasional”

Langkah yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia (Perppu) No.1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitasi Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 dan atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Sistem Keuangan dan Kepres Nomor 7 tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Diesease 2019. Namun pada tanggal 28 april 2020 telah diadakan Judicial Review atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020.

Setiap warga negara diperbolehkan untuk mengajukan gugatan atas Undang-Undang (UU) atau Perppu ke MK. Gugatan boleh diajukan jika menemukan adanya ketentuan yang dinilai bertentangan dengan konstitusi, sedangkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 dinilai inkonstitusional salah satu pasal yang harus ditolak oleh masyarakat adalah pasal 27 yang dianggap menjadi jalan korupsi, sebab pasal ini merubah pejabat (pejabat KSSK) menjadi superbody atau Kebal hukum karena pejabat yang melaksanakan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tidak dapat di tuntut baik secara perdata maupun pidana dan pasal 27 ayat 3 juga seakan-akan mempertegas Perppu nomor 1 Tahun 2020.

Bukanlah objek gugatan yang dapat di ajukan keperadilan tata Usaha Negara, pasal ini jelas bertentangan dengan pasal 1 ayat 3 UUD 1945 bahwa Negara Indonesia adalah Negara h
Hukum dan pasal 28 d ayat 1 UUD 1945 dimana setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.

Maka dari itu produk hukum yang lahir dan coba di terapkan di masyarakat tidak harus melindungi salah satu pihak saja apalagi perhatian dan kerja-kerja permerintah di keadaan sekarang sangat di butuhkan masyarakat. Selain itu, apakah benar Perppu Nomor 1 Tahun 2020 bertujuan melindungi masyrakat termaksud tenaga medis atau melindungi sistem stabilitas keungan negara yang faktanya telah mengalami defisit sebelum bencana Covid-19 melanda?.

Melihat banyaknya berita beberapa bulan ini mengenai korban Covid-19 yang positif hingga tanggal 29 April 2020 mencapi 9.771 dan 784 Meninggal Dunia, masalah lain yang hadir di masyarakat adalah bantuan sosial yang lebih banyak menjadi masalah seperti bantuan sosial tidak tepat peruntukan. Sedangkan hal tersebut di perintahkan dalam UU nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana Naional salah satunya adalah hak masyrakat saat bencana nasional menerima pemenuhan kebutuhan dasar, ada juga masalah seperti penolakan Kades atas data masyarakat penerima bantuan dari pemerintah provinsi, peralatan medis yang terbatas, serta yang menjadi perhatian saat ini adalah tupoksi pekerjaan Gugus Tugas Covid 2019 yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden (Pasal 2 KEPRES NOMOR 7 TAHUN 2020) dan anggaran APBD atau APBN serta bantuan dari luar tidak jelas dinampakkan.

Perencanaan Gugus Tugas haruslah tercatat dan terintegritas tidak boleh ada anggaran-anggaran yang tidak jelas peruntukannya dan harus jelas penggunaan anggaran tersebut agar tidak menimbulkan masalah hukum yang baru setelah Covid-19 ini berlalu, seperti kita tahu bahwa ada beberapa Dinas terkait yang akan terkena imbas seperti Dinas Kesehatan, Dinas Penanggulangan Bencana, RSUD dan Dinas Sosial serta Dinas terkait lainnya.

Penulis : Noviyanti Malaha (Ketua BEM FH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *