Peradaban Angka

PERADABAN ANGKA 

Oleh : Fadli.S Batalipu, S.Pd, M.Pd
Pemerhati sosial kabupaten Buol

Hidup mungkin manifestasi angka-angka. Kita mengenal kaum Pythagoras yang percaya bahwa “segala sesuatu terdiri dari angka-angka. Lihatlah bentuk meja yang persegi atau kipas angin yang berbentuk lingkaran. Lihatlah sekeliling!. Konon, Pythagoras berkata bahkan “planet-planet bergerak sesuai dengan persamaan matematika sehingga menghasilkan simfoni musik yang tak terdengar”. Suatu keyakinan yang sangat futuristik. Keyakinan yang jadi peradaban universal saat ini. Peradaban angka.

Kita hidup dimana meninggalkan angka akan jadi petaka. Ia harus ada untuk dapat mengabil keputusan secara tepat. Tidak ada pesawat, gedung, jalan, jembatan yang tak dibangun berdasarkan perhitungan. Bahkan kemiskinan atau kecerdasan harus melibatkan angka. Lebih jauh kita mendengar sejumlah besar pahala untuk sebuah ibadah. Angka adalah hakim pemegang kebijaksanaan.

Angka telah banyak menyelamatkan mahluk hidup termasuk manusia. Hewan yang populasinya sedikit akan dijaga dari kepunahan. Dua orang yang berseteru tentang jauh dekat suatu jarak akan dapat didamaikan dengan angka satuan. Bahkan hari-hari ini kita menghitung angka korban wabah virus dan menetapkan status suatu daerah. Konsepnya: mengontrol angka berarti mengendalikan kematian.

Tetapi angka begitu kaku. Manusia melampaui itu. Manusia akan memberontak dari belenggu angka yang mendesak. Angka akan menolak sebuah pengorbanan lalu kita menyaksikan manusia yang dikenal sebagai pahlawan. Angka juga akan menahan manusia untuk berbagi lalu kita memiliki orang-orang dermawan.

Secara mencolok novelis asal Perancis-Antoine de Saint-Exupery mencemooh angka. Katanya orang yang memahami hidup tidak akan memperdulikan angka-angka. Dengan gaya satire dalam novel “Le Petit Prince” dia mengingatkan orang-orang (dewasa) untuk melihat keindahan hidup dari pada angka. Baginya angka begitu membosankan dan keindahan sejati adalah sesuatu yang tidak nampak. Sesuatu yang tersembunyi di balik angka.

Sesuatu yang tidak nampak inilah yang membuat manusia menjadi mamalia paling memikat. Seseorang bisa begitu anggun saat mengancam dengan kuku-kukunya yang mungil untuk lawan yang menurut perhitungan lebih kuat. Pesona manusia akan muncul ketika menatap bulan yang sejak dulu selalu satu tetapi ada air mata yang menggenang di pelupuk.

Mungkin sesuatu yang melampaui angka- angka itu justru tidak punya perhitungan. Sikap yang biasa kita sebut konyol. Sifat anak- anak kata Antoine. Siapa yang dapat menautkan antara menatap bulan dan genangan di pelupuk mata.

Saya jadi ingin tau. Berapa sisa dendam?, berapa jumlah rindu yang menumpuk?, berapa batang lagi rokok yang membunuh ini?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *