Saling Klaim Lahan, DPRD Konsel sarankan agar diselesaikan secara kekeluargaan saat RDP

TOPIKTERKINI.COM – ANDOOLO: Warga di Lima Desa di Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) saling klaim kepemilikan lahan.

Hal itu terungkap pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan oleh DPRD Konsel yang dipimpin oleh Ketua Komisi I DPRD Konsel, Nadira SH.

Keempat warga tersebut yakni masyarakat Desa Lebo Jaya, Desa Morome, Alebo, Lamomea dan Kelurahan Konda.

Keempat warga desa dan satu kelurahan itu saling klaim kepemilikan lahan melawan Afiat Tawakal yang juga mengklaim lahan yang merupakan warisan tanah Walaka (pengembalaan ternak).

RDP yang dipimpin oleh Nadira SH didampingi oleh anggota dewan lainnya yakni DR Sabrilah Taridala, Andi Ahmad, Anshari Tawulo, Erman, Ahmad Arno Silondae, Muh Yusri, Joko Suprihatin, dan Mbatono.

Hadir dalam RDP tersebut yakni Kepala BPN Konsel, Ruslan Emba, Kabag Hukum, Pujiono SH MH, Kepala KPH Gularaya, MN. Dharma Prayudi R S.Hut, Camat Konda, Lurah Konda serta empat kepala desa dan masing-masing pemilik lahan yang salin klaim.

Masyarakat Desa Lebo Jaya, sebagai salah satu warga yang mengklaim lahan, Syarifuddin mengungkapkan lahan seluas 20 hektar yang terbagi empat hamparan tersebut merupakan lahan yang sebelumnya dimiliki oleh mendiang orang tuanya dan dimanfaatkan sebagai tempat membuka kebun tepatnya di Gunung Alupai.

Kata dia, lahan yang diklaimnya tersebut juga diklaim oleh Afiat Tawakal yang juga diklaim sebagai tanah walaka sejak tahun 1920 peninggalan leluhurnya.

Senada dengan itu, Awaluddin, menuturkan lahan yang diklaim oleh Afiat Tawakal bukanlah tanah Walaka. “Lahan diatas bukan lahan perkebunan. Tetapi lahan perkampungan. Buktinya kuburan batu. Setelah pindah dikampung sekarang naik berkebun tetapi yang berkebun turunannya. Bukan walaka dan bukan naik berkebun. Tapi perkampungan masyarakat waktu itu,” ujar Awaluddin di RDP.

Saling Klaim Lahan, DPRD Konsel menyarankan agar diselesaikan secara kekeluargaan saat RDPKlaim itu, mereka katakan sesuai Surat Keputusan Gubernur tahun 2017 dan rumpun di empat desa.

Sementara di Desa Lamomea seluas 13 hektar juga diklaim oleh Afiat Tawakal yang merupakan kaitan dengan 20 hektar milik Syarifuddin.

Lurah Konda, Musyriadi mengungkapkan saling klaim antara warga dan Afiat Tawakal merupakan lahan yang sama sehingga tumpang tindih.

Misalkan, lanjut dia, yang diklaim oleh Afiat Tawakal seluas 260 hektar, adapula yang diklaim warga dalam lima rumpun seluas 120 hektar, kelompok masyarakat Kelurahan Konda seluas 27 hektar, dan kepemilikan perorangan 27 hektar, 11 hektar, 7 hektar sampai dua hektar.

“Lokasi yang diklaim tersebut merupakan lokasi yang sama dalam satu hamparan,” terang Musyriadi.

Sedangkan Afiat Tawakal menuturkan lahan yang diklaimnya tersebut selain tanah peninggalan leluhur sebagai tanah walaka juga tanah yang telah dibelinya dari beberapa warga yang sebelumnya mengklaim memiliki tanah itu.

Masing-masing pihak membuktikan saling klaim itu dengan menunjukan Surat Keterangan Tanah (SKT), peta dan SK Gubernur.

Sementara itu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Konsel, Ruslan Emba menyampaikan jika persoalan itu bisa saja diselesaikan secara kekeluargaan. Melalui, kata Ruslan, peran camat, kepala desa dan tokoh masyarakat.

Dia menjelaskan untuk satu Kepala Keluarga (KK) maksimal memliki 12 hektar lahan yang dikuasai. “Sebab BPN dikuasakan oleh negara untuk memberikan kepemilikan. Saya juga heran kalau satu orang bisa memiliki ratusan hektar lahan,” nilainya.

Sementara itu, Nadira SH yang memimpin RDP meminta agar para pihak menunjukan legalitas yang sah akan penguasaan fisik tanah. Baik itu tanah adat maupun surat penunjukan bahwa benar adanya tanah yang diklaim merupakan tanah Walaka.

“Para pihak perlu menunjukan bukti otentik menguasai secara fisik terkait masing-masing tanah yang diklaim. Jika itu tanah walaka maka perlu bukti fisik dan masih terpelihara secara terus menerus,” terang Nadira.

Terkait tumpang tindih dan saling klaim, dia mengatakan akan dibuka ruang nonlitigasi karena yang lebih baik persoalan tersebut diselesaikan secara kekeluargaan.

“Kalaupun perlu diuji, maka kita serahkan kepada para pihak untuk menempuh jalur hukum di pengadilan,” tandas Nadira.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *