MALOSONG DAN KAMPUNG ARAB, ICON LEGENDARIS KOTA TOLITOLI Oleh Mochtar Marhum

Di Tolitoli ada Malosong kalau di luar negeri disebut China Town atau bahasa Melayunya Pecinan atau Kampung China. Malosong adalah pertokoan berjejer panjang yang menempati dua keluarahan yaitu Kampung Baru dan Lonti. 

Dan di Tolitoli juga ada Kampung Arab dan kebetulan bertetangga dengan Malosong. 

Di Indonesia pada umumnya dan warga keturunan Tionghoa (China) di Tolitoli khususnya masih tetap bisa menggunakan bahasa mereka baik itu di rumah atau bahkan di masyarakat jika ketemu kerabat atau sahabat yang warga keturunan Tiinghoa dan bisa berbahasa China (Hokkiean atau Kanton). 

Seperti yang diceritakan oleh seorang Sahabat yang pernah tinggal lama di Malosong dan kini bermukim di Palu. Diceritakan bahwa Malosong penduduknya merupakan Mayoritas warga Tionghoa Dari Suku Hokkan, namun ada juga orang Konghu ( Kanton). 

Sejumlah jejak digital Migrasi orang Tionghoa ke Nusantara dahulu kala bisa ditelusuri dari berbagai literatur dan media mainstream yang rekaman dan catatannya masih tersimpan rapi dalam bentuk hard copy atau soft copy di perpustakaan dan jagad dunia maya. 

Bisa juga ditelusuri dan dipetakan berdasarkan beberapa catatan sejarah. 

Pertama, adalah kedatangan bangsa China dari daratan Tiongkok secara alamiah, yang terjadi karena hubungan politik antarkerajaan dan perdagangan. 

Catatan-catatan dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. 

Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara. 

Orang-orang Tionghoa di Indonesia, umumnya berasal dari wilayah tenggara Tiongkok. Mereka termasuk suku-suku: Hakka, Hainan, Hokkien, Kantonis, Hokchia, dan Tiochiu. 

Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara ini dapat dimengerti, karena sejak zaman Dinasti Tang kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Tiongkok memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quangzhou pernah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman tersebut. 

Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara Tiongkok, menyebabkan banyak sekali orang-orang yang juga merasa perlu keluar berlayar untuk berdagang. 

Tujuan utama saat itu adalah Asia Tenggara. Karena pelayaran sangat tergantung pada angin musim, maka setiap tahunnya para pedagang akan bermukim di wilayah-wilayah Asia Tenggara yang disinggahi mereka. 

Demikian seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ada pula pedagang yang pulang ke Tiongkok. 

Warga keturunan Tionghoa atau Cina di Indonesia dan Tolitoli sudah ratusan tahun bermukim jika ditarik flashback sejarah Migrasi warga keturuna Cina ratusan tahun lalu. 

Di Malosong warga keturunan Tioghoa Kanton rata-rata pintar bahasa Hokkien, dan sudah kawin-mawin dengan masyarakat Tolitoli dari berbagai latar belakang suku dan agama. 

Di antara mereka ada yang menikah dengan warga Tolitoli suku Bugis. Di Tolitoli pun banyak orang yang pandai berbahasa Cina (Hokkian). 

Pernah satu waktu seorang teman tidak sengaja melihat tawar menawar di pasar ikan bumi harapan, antara pembeli dari warga keturunan Tionghoa dan penjual ikan dari suku Bugis menggunakan bahasa Cina Hokian. 

Teman tersebut sempat heran , saking penasarannya dia tanya CIM, warga keturunan Tionghoa. Kok itu penjual ikan Huanna ( pribumi ) pintar bahasa Hokkian…?? Jawaban si CIM sungguh mengagetkan teman saya, ternyata sang penjual ikan lama ikut keluarga mereka kerja bahkan ikut sudah puluhan tahun. Lalu beralih profesi menjadi penjual ikan. 

Mungkin kita tidak bisa melihat kerukunan antara Tionghoa , Arab, bugis, Buol, Gorontalo, Sangir , dan pribumi asli Tolitoli di tempat lain. Kerukunan warga di Tolitoli itu sangat unik , ketika tahun 1998 hampir semua wilayah di Indonesia memanas Anti Cina dan bahkan juga akhir-akhir ini ada yang dengan sengaja memprovokasi, agitasi dan sengaja buat propaganda anti Cina liwat jagad media sosial yang mungkin mereka ingin memancing kerusuhan anti cina tapi di Tolitoli Alhamdulillah Aman aman saja. 

Mungkin salah satu faktornya adalah warga keturunan Tionghoa di Tolitoli lebih Egaliter dan tidak tidak menunjukkan sikap elitis seperti di tempat lain. 

Mulai dari kanak kanak anak anak warga Tionghoa di Tolitoli bermain dengan anak anak pribumi tanpa sekat ada sekat yg ketat seperti mungkin terjadi di wilayah lain. 

Coba perhatikan Jika ada warga keturunan Tionghoa meninggal dulu, yang Tarik Kereta Matinya Orang Tionghoa itu rata rata tetangga atau kenalan pribumi, demikian pula sebaliknya jika ada pribumi yang meninggal pasti ada teman teman Tionghoa yang datang melayat. 

Di Tolitolo Marga Terbesar Tioghoa paling banyak Adalah Marga ANG, lalu di ikuti oleh Marga GO. 

Cukoi adalah salah satu Icon Marga keturunan Tinghoa yang sangat terkenal di Tolitoli. Ada jembatan Tua yang diberi nama jembatan Cukoi walapun tidak melalui PERDA di DPRD Tolitoli tapi nama jembatan yang sangat Legendaris di Tolitoli itu tetap melekat dan diingat terus oleh warga Tolitoli atau mereka yang pernah tinggal di Tolitoli. 

Kini Cukoi telah tiada dan jembatan tua yang jadi Icon Tolitoli itu telah direnovasi total tapi nama Cukoi masih tetap melekat. 

Uniknya warga keturunan Arab di Tolitoli tidak berbahasa Arab di rumah tapi cenderung menggunakan sebagian kosa kata bahasa Arab dalam percakapan dan dari pespektif Linguistik disebut Code Mixing. 

Warga keturunan Arab sangat baik, dermawan dan mudah berbaur di tengah mayarakat. Secara Linguistic-Cultural warga keturunan Arab mampu berasimilasi. 

Musik Gambus, Kasidah dan Jeppeng merupakan seni yang berasal dari Timur Tengah dibawa ke Indonesia oleh warga keturunan Arab Yaman (Hadrami). 

Dan musisi legendaris dan terkenal dari warga keturunan Arab di Indonesia cukup banyak mulai dari penyanyi terkenal lagu berirama Rok, Pop dan Dangdut. Siapa yang tidak kenal dengan Ahmad Albar, Arafiq Raja Dangdut dan Elvi Sukaesi Ratu Dangdut dan masih banyak lagi penyanyi top keturunan Arab. 

Penyanyi top Indonesia Keturunan China ada Agnes Monica, Roger Danuarta, Angel Lelga, Junior Liem, Soraya Larasati, Rio Dewanto dan Desta. 

Waktu tinggal di Tolitoli dulu banyak teman-teman sekolahku warga keturunan China dan mereka sangat sangat baik, nasionalis dan indonesianis. 

Demikian juga waktu sekolah dulu banyak teman sekolah warga keturunan Arab. Mereka sangat baik, mudah bergaul dan berbaur di tengah masyarakat dan menjadi warga NKRI yang sangat cinta negeri ini. 

Di Dekat Malosong kampung Arab, banyak keluarga Arab bermarga Rumi dan Alatas bermukim di Kampung Arab Tolitolo. Dan seorang public figur yang paling terkenal adalah Habib Faisal Alatas politisi Gerindra dan Anggota Dewan (Legislator) Propinsi Sulteng dari dapil Toli Toli / Buol. Tapi legendarisnya Faisal karena sebagai anggota Dewan tapi Karena Beliau pernah Mengalahkan ADVEND BANGUN mantan bintang film dan juara karate nasional dalam pertarungan Kejurnas Karate Nasional. Faisal juga pernah diutus dalam kejuaraan Karateka Asia Fasifik di Sydney Australia. 

Di Tolitoli ada Hotel berbintang dan diberi nama Hotel Alatas, salah satu Hotel yang dibangun oleh warga keturunan Arab bermarga Alatas. Dan Hotel Alatas telah menjadi icon untuk akomodasi yang sangat representatif bagi tamu dari luar kota Tolitoli berkunjung ke Tolitoli. Hotel ini telah membantu geliat tumbuhnya industri parawista di Kota Tolitoli. 

Tolitoli adalah miniatur Indonesia, kota yang memiliki kekayayaan alam melimpah dan punya kekayaan keragaman budaya yang membanggakan. 

Hampir semua suku yang ada di Indonesia bisa ditemukan di kota ini. 

Toleransi dan penghargaan pada keberagamaan di kota ini menjadi modal utama memelihara kerukunan antara warga dari berbagai latar belakang suku dan umat yang berasal dari berbagai latar belakang agama. 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *