Bagaimana Pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah pandemic covid 19?

Bagaimana Pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah pandemic covid 19?

Oleh: Wahyu Friandhani
(Mahasiswi Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar)

Perkembangan perekonomian dewasa ini khususnya dalam memasuki akhir dari kuartal I di tahun 2020 menjadi fenomena horor bagi seluruh umat manusia di dunia. Mengapa tidak, organisasi berskala internasional bidang keuangan yaitu International MonetaryFund dan World Bank memprediksi bahwa hingga di akhir kuartal I di tahun 2020 ekonomi global akan memasuki resesi yang terkoreksi sangat tajam (Liu etal, 2020). Pertumbuhan ekonomi globaldapat merosot ke negatif 2,8% atau dengan kata lain terseret hingga 6% dari pertumbuhan ekonomi global di periode sebelumnya. Padahal, kedua lembaga tersebut sebelumnya telahmemproyeksi ekonomi global di akhir kuartal I tahun 2020 akan tumbuh pada persentasepertumbuhan sebesar 3% (Carrillo-Larco&Castillo-Cara, 2020). Fenomena horor tersebut terjadi karena munculnya virus baru yang menjangkit dunia saat ini yaitu Coronaviruses (CoV).Organisasi internasional bidang kesehatan yaitu World HealthOrganization menyatakan bahwa Coronaviruses (Cov) dapat menjangkit saluran nafas pada manusia. Virus tersebut memiliki nama ilmiah COVID-19. COVID-19 dapat memberikan efek mulai dari flu yang ringan sampai kepada yang sangat serius setara atau bahkan lebih parah dari MERS-CoV dan SARS-CoV (Kirigia&Muthuri, 2020). COVID-19 disebut juga sebagai zoonotic yaitu penularannya ditularkan melalui manusia dan/atau hewan.

Pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia mulai awal kuartal II tahun 2020. Hal ini disebabkan adanya peraturan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga menimbulkan lockdown kepada beberapa kota bertujuan memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19. Peraturan ini menyebabkan meningkatnya penurunan perekomian pada perusahaan formal maupun non formal. Penurunan perekonomian menyebabkan munculnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) disebabkan oleh perusahaan tidak dapat membayarkan upah yang seharusnya. Tidak hanya itu, penurunan ini banyak yang menyebabkan perusahaan memutuskan untuk gulung tikar atau bangkrut.

Lambatnya ekonomi global saat ini sangat berdampak terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada analisis sensitivitas terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan analisis sensitivitas ditemukan bahwa ketika terjadi pelambatan 1 % pada ekonomi China, maka akan mempengaruhi dan memiliki dampak pada laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia yaitu sebesar -0,09 %. Sejalan juga dengan analisissensitivitas lanjutan dimana, setiap 1 % perlambatan ekonomi Uni Eropa akan memiliki dampak pada laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia yaitu sebesar -0,07 %, India (-0,02 %), Jepang (-0,05 %) dan Amerika Serikat (-0,06 %). Gambaran yang sama juga terjadi pada sebagian besar komoditas, yaitu setiap terjadi penurunan 10 % harga minyak sawit mentah (CPO) akan memiliki dampak terhadap ekonomi Indonesia sebesar 0,08 %, minyak positifyaitu 0,02 %, dan batu bara adalah sebesar -0,07 %.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar -2,07 persen. Hal ini menyebabkan perekonomian Indonesia pada tahun 2020 mengalami deflasi atau penurunan drastis karena perkembangan ekonomi di Indonesia mempunyai pegerakan yang kurang stabil. Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh adanya pandemi Covid-19. Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Airlangga Hartartomengeklaim, Indonesia tercatat sebagai negara yang mampu menangani pandemi Covid-19 secara berimbang dengan kontraksi ekonomi yang menjadi dampaknya. Bahkan, Indonesia termasuk lima besar negara yang mampu secara seimbang mengatasi dua persoalan itu. “Indonesia ini kontraksi ekonomi relatif lebih rendah dibanding negara lain. Kita termasuk top lima negara yang bisa menangani secara berimbang antara Covid-19 maupun penurunan kontraksi ekonomi,” ujar Airlangga dalam talkshow daring bersama Satgas Penanganan Covid-19 yang ditayangkan di kanal YouTube BNPB, Senin (12/10/2020).

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1956) dan T.W. Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi (eksogen), dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model HarrodDomar adalah masuknya unsur kemajuan teknologi. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu: akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas meningkat. Dalam model Solow-Swan, masalah teknologi dianggap fungsi dari waktu. Stimulus ekonomi yang perlu dimaksimalkan adalah kebijakan moneter dan makro prudential melalui penuruanan tingkat suku bunga dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pembatasan penyebaran informasi negatif dan hoax menjadi langkah yang penting untuk diambil dalam menjaga kepercayaan publik dan memperkuat ketahanan yang berimplikasi pada stabilitas harga dan ketersediaan kebutuhan masyarakat.

Pemerintah mengadakan kebijakan dalam berbagai aspek guna memajukan perekonomian Indonesia. Pemerintah lebih fokus kepada kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal yang diambil mempunyai banyak ragamnya salah satunya insentif pajak yang sangat berpengaruh. Insentif pajak membuat para masyarakat merasa keringanan akan kewajiban mereka dan tidak mempengaruhi perekonomian mereka sehingga masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan hidupnya seperti sebelumnya. Tidak hanya itu, Pemerintah melakukan kerja sama dengan Bank Indonesia untuk memajukan kebijakan moneter. Kebijakan ini bertujuan menurunkan jumlah uang yang beredar dan suku bunga pada bank. Ketika suku bunga mengalami penurunan pada saat itu juga para investor menginvestasikan kepemilikan mereka kembali.

Dapat disimpulkan ekonomi di Indonesia berdasarkan fakta saat ini semakin membaik karena adanya rancangan kebijakan dari Pemerintah. Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi (PDB) sebesar 3,69 persen sepanjang tahun 2021, lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 yang sempat mengalami kontraksi. Struktur ekonomi Indonesia secara spasial didominasi oleh beberapa provinsi di Pulau Jawa sebagai kontribusi terbesar dan pesatnya peningkatan pada kinerja ekonomi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *