Wow,!…Diduga Mobil Tangki PT Bayang Anis Membawa BBM Solar Subsidi Tampa Membawa Dokumen (Surat Jalan).
Topikterkini.com,Bogor–Salah satu kendaran transportir telah melakukan pelanggaran penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) ber Subsidi Solar, untuk di kirim ke Perusahaan sejumlah perusahaan perusahaan yang berkerja sama dengan mafia solar di wilayah Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.
Di ketahui hasil dari penulusuran pantauan yang di lakukan Wartwan Topikterkini.com, pada Minggu 11/8/2024, di temukan mobil transportir nakal yang Diduga telah melakukan pelanggaran penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) ber Subsidi Solar setelah di cek solar tersebut tidak dilengkapi dengan faktur pembelian dan PPN jadi Mobil tersebut tidak membawa surat jalan sama sekali,
Sedangkan hasil penelusuran di lapangan BBM industri (HSD) yang dikirim oleh transportir kalau resmi pembelian dari pertamina pasti ada faktur nya.
Saat tim media mencoba bertanya ke sopir PT Bayang Anis mengaku membawa Minyak BBM solar subsidi, saya hanya supir dan saya berkerja saja sebagi sopir, saat tim mencoba melihat surat jalan (faktur) sopir tersebut tidak bisa memberikan bukti bukti surat satu pun terkait membawa BBM Solar tersebut (Faktur), sopir mencoba telp melalui WhatsApp ke salah satu pemilik PT Bayang Anis,setelah telp sopir tersebut menyebutkan salah satu Nama H Kasdi pemilik nya, ucap supir ke tim media.
Tim media mencoba berbicara melalui telp WhatsApp ke H Kasdi pemilik Nama mobil yang bertulisan PT Bayang Anis dan beliau mengatakan kita cuman ganti nama saja, awalnya mobil tersebut bernama PT Dinar Putri Mandiri dan di ganti dengan PT Bayang Anis dengan plat E 9370 AD, mobil berserta isinya milik sebut saya,tuturnya. H Kasdi.
“Diinformasikan bagi Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sering terjadi di masyarakat, hal ini tentu sangat merugikan baik bagi Pemerintah (Negara) maupun bagi masyarakat yang membutuhkan. Karena tujuan pemberian subsidi tidak tepat pada sasarannya yaitu;
Penyalahgunaan BBM bersubsidi ini adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 53 sampai dengan Pasal 58, dan diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp.60.000.000.000,00 (enam puluh
miliar rupiah), serta pidana tambahan berupa pencabutan hak atau perampasan barang yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Meskipun demikian dalam implementasinya penanggulangan tindak pidana ini dirasakan masih kurang efektif; hal ini disebabkan antara lain; terdapat celah-celah dan merupakan kelemahan dari Undang-undang No. 22 Tahun 2001, yang memungkinkan pelaku dapat lolos dari jeratan hukum.
Seperti tidak adanya ketentuan
mengenai batas jumlah maksimum BBM bersubsidi, yang dapat dijual, secara bebas
kepada masyarakat, dan tidak adanya ketentuan mengenai Straf minimal khusus dalam tindak pidana ini.
Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi. Minyak dan Gas Bumi (Migas) sebagai sumber daya alam yang strategis dan tidak terbarukan, merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan mempunyai arti penting dalam kegiatan perekonomian nasional.
Oleh karena itu, pengelolaannya harus dilakukan secara profesional dan berkelanjutan, agar dapat memberikan manfaat secara maksimal berupa kesejahteraan bagi rakyat secara keseluruhan.
Berdasarkan pemikiran itu maka minyak dan gas bumi dikuasai oleh Negara, dan
arti kata menguasai adalah; bahwa Pemerintah atas nama Negara menguasai semua hak.
Sehubungan dengan hal itu, Undang–undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (3) menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Kata-kata dikuasai oleh Negara, dalam ketentuan di atas merupakan dasar bagi
konsep hak penguasaan Negara.Guna mewujudkan amanat dari Undang-undang Dasar 1945 tersebut, maka telah diberlakukan beberapa Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, antara lain yakni.
1. Undang-undang No. 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi;
2. Undang-undang No. 15 Tahun 1962 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No.2 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan. Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri;
3. Undang-undang No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak
dan Gas Bumi Negara;
4. Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;
5. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2002 tentang Kewajiban dan Tata Cara Penyetoran Pendapatan Pemerintah dari Hasil Operasi Pertamina sendiri dan Kontrak Production Sharing;
6. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi;
7. Keputusan Presiden No. 42 Tahun 1989 tentang Kerja sama Pertamina dengan Badan Usaha Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
8. Keputusan Presiden No. 169 Tahun 2000 tentang Pokok-pokok Organisasi
Pertamina.
Pungkasnya(Budi Santoso)