Miris, Camat Gu Akui Tidak Pahami Aturan

TOPIKterkini.com, BUTON TENGAH – Semakin kompleksnya dinamika dan tantangan kehidupan di zaman modern saat ini, sosok pemimpin amanah yang diharapkan mampu menjadi penyejuk dan pelindung rakyat makin dirindukan. Hal ini dikarenakan sosok pemimpin yang bekerja jujur, profesional, transparan, serta memahami penderitaan rakyatnya kini mulai sulit ditemukan.

Sebaliknya, oknum pemimpin yang tidak profesional, tidak amanah dan mengecewakan, mulai banyak dijumpai. Seperti yang terjadi di Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), sangat miris seorang oknum Camat tidak memahami, bahkan mengaku tidak mengetahui jika terdapat aturan atau landasan hukum tentang pembebasan lahan milik warga yang terkena dampak pelebaran jalan.

“Saya tidak mengetahui itu, jangan mhi tanya-tanya saya bosku, saya tidak tahu itu, iyo jelas saya tidak tahu, Undang-Undang nomor berapa tentang aturan (Pembebasan lahan, red) itu dan belum pernah saya baca,” ungkap Camat Gu, Amir, S.Pd kepada awak media di kantornya, Jumat (21/6/2019).

Saat dimintai tanggapannya terkait salah satu pemilik lahan yakni La Ode Alim Alam yang mempertahankan haknya terkena dampak penggusuran dan pelebaran jalan di jalur Lombe-Lakapera, Camat Gu Amir, S.Pd malah mengatakan bahwa sikap La Ode Alim Alam tersebut bisa dikategorikan menghalangi pembangunan.

“Kalau menurut saya jelas, sudah termasuk menghalangi (Pembangunan, red), artinya orang lain sudah sepakat, dia tetap pertahankan sih, tapi kalau menurut Abas (Pengusaha sekaligus Ketua Kerukunan Muna se-Jabotabes di Jakarta), itu tidak ada alasan itu mau (menghalangi), kecuali itu barang untuk kepentingan swasta, kepentingan pribadi, tapi kan untuk kepentingan umum juga,” kata Amir.

Landasan yang menjadi payung hukum masyarakat dalam mempertahankan lahannya sebelum ada pemberian ganti kerugian termuat pada UU No. 2 Tahun 2012 pada pasal 10 huruf ‘b’.

Selain itu, salah satu advokad di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, Nasaruddin, SH melalui selulernya beberapa waktu lalu turut menjabarkan bahwa, selain UU No. 2 Tahun 2012 maka pembebasan lahan milik warga yang terkena dampak pelebaran jalan juga tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 55 Tahun 1993.

“Prosedur pembebasan tanah untuk kepentingan umum diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 55 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Yang dimaksud untuk kepentingan umum dibatasi beberapa hal, misalnya dalam hal ini adalah pembangunan jalan umum atau jalan raya sebagai fasilitas khayalak,” jabarnya.

Dijelaskannya pula, pembebasan tanah untuk kepentingan umum, hanya dapat dilakukan jika sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan dilakukan oleh panitia pengadaan tanah.

“Cara pembebasan tanah dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan melalui jual-beli atau pelepasan hak yang dilakukan dengan pembuatan Akta Jual Beli (AJB), atau akta pelepasan hak di hadapan pejabat yang berwenang dengan pemberian ganti kerugian yang besarnya ditentukan dalam musyawarah,” jelasnya.

Dalam pembebasan tanah kata Nasaruddin, hak-hak keperdataan pemilik tanah yang terdiri dari hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, tetap dilindungi.

“Inti peraturan tersebut di antaranya penetapan nilai ganti rugi dilaksanakan dengan cara musyawarah. Nilai ganti rugi ditetapkan atas dasar nilai tanah yang merujuk Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun terakhir yang ditetapkan kantor pelayanan pajak terakhir,” katanya.

“Kemudian nilai bangunan, yang ditaksir oleh instansi Pemerintah daerah bidang bangunan dan nilai tanaman atau benda-benda diatas tanah yang bersangkutan ditaksir oleh instansi pemerintah di bidang pertanian dan bidang lainnya. Semua penetapan di atur menurut jenis hak, atas tanah dan status penguasaan tanah,” sambungnya mengakhiri. (**)

Laporan Jurnalis Kepton: Anton

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *