Mitigasi Risiko Inflasi Jelang Ramadan dan Idulfitri, Pemprov Laksanakan HLM

Topikterkini.com_Agam.
Memitigasi risiko inflasi menjelang bulan Ramadan dan Idulfitri 1443 H, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat laksanakan High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sumbar di Excellence Room Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumbar, Rabu (30/3/2022).

HLM ini dipimpin Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setdaprov Sumbar, Wardarusmen, S.E, M.M dan dihadiri Kepala Kantor Perwakilan BI Sumnbar, Wahyu Purnama A., kepala Dinas Pangan Sumbar, kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumbar, OPD dan unsur terkait lainnya tingkat Provinsi Sumatera Barat (Bulog, Hiswana Migas, dan lainnya).

Selain itu hadir juga sekretaris daerah dan kabag Perekonomian seluruh kabupaten/kota di Sumbar. Kota Padang Panjang dihadiri Asisten Administrasi Umum, Martoni, S.Sos, M.Si dan Kabag Perekonomian dan SDA, Putra Dewangga, S.S, M.Si.

Putra menjelaskan, dalam HLM tersebut dilaporkan pertumbuhan ekonomi Sumbar 2020 terkontraksi sampai -1,62%. Namun tahun 2021 sudah mulai tumbuh positif di angka 3,29%. Tahun 2022 diperkirakan bisa naik di kisaran 4,50% sampai dengan 5%.

Untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi lebih lanjut, Sumbar memerlukan sumber pertumbuhan ekonomi baru. Salah satunya adalah fokus pada mengembangkan pariwisata.

“Untuk itu, Sumbar mencanangkan Visit Beautiful West Sumatera 2023. Potensi wisata Sumbar sangat komplit baik wisata alam, religi, budaya maupun kuliner. Tanpa disadari UMKM kita selama ini sudah melayani sektor pariwisata dengan baik,” kata Putra menjelaskan.

Tahun 2021, inflasi Sumbar 1,4% atau paling rendah di Sumatera. Hal ini disebabkan berkurangnya permintaan dan rendahnya daya beli, di samping Sumbar merupakan daerah produsen pangan.

Geliat perekonomian pada tahun 2022 sudah semakin terbuka bahkan cenderung normal. Di berbagai daerah terjadi kemacetan karena orang sudah keluar rumah untuk melakukan kegiatan ekonomi. Dengan demikian, maka sisi permintaan akan meningkat tajam. Hal ini tidak diiringi oleh sumber-sumber produksi yang belum sepenuhnya siap, sehingga akan menjadi pemicu utama inflasi di tahun 2022.

Dikatakan, tantangan kenaikan inflasi Sumbar Tahun 2022 cukup tinggi. Hal ini dipicu oleh mulai bergeraknya kembali roda perekonomian termasuk menggeliatnya sektor pariwisata. Seiring dengan itu juga terdapat isu minyak goreng, kenaikan gas LPG, kenaikan harga pangan impor, seperti gandum dan kedelai dan beberapa bahan pangan lain.

Inflasi Februari 2022 mencapai 0,07% (bulanan). Inflasi ini nomor 2 tertinggi di Sumatera setelah Riau. Jika dilihat secara tahunan, maka inflasi Februari 2022 ini sudah mencapai 2,77% (tertinggi di Sumatera).

“Kita semua harus waspada, karena faktor risiko kenaikan inflasi masih cukup banyak di tahun 2022. Di antaranya kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% sehingga semua barang yang terkena PPN akan otomatis naik. Ada pula ancaman fluktuasi nilai tukar Rupiah, potensi kenaikan harga minyak akibat perang Rusia dan Ukraina, kenaikan harga pakan ternak, cukai dan LPG akan memicu terjadinya inflasi di tahun 2022,” ujarnya.

Ditambahkannya lagi, terkait dengan Ramadan dan Idulfitri, seperti biasa inflasi Sumbar selalu mencapai puncak tertinggi di bulan-bulan ini dibanding bulan-bulan lain. Biasanya bahkan lebih tinggi dari inflasi nasional.

Hal ini disebabkan karena walaupun Sumbar merupakan daerah produsen, namun hasil pertanian Sumbar banyak dikirim ke provinsi tetangga, terutama Riau. Di samping itu tingkat konsumsi masyarakat Sumbar di bulan Ramadan cenderung meningkat tajam karena banyaknya mobilitas penduduk masuk ke Sumbar. Akibatnya permintaan terhadap pangan naik tinggi sekali di Sumbar. Kondisi ini perlu disikapi bersama.

Komoditas yang paling tinggi naik inflasinya di bulan Ramadan umumnya adalah cabai, bawang merah, gula, ayam dan tiket pesawat udara. Tahun ini jumlah komoditasnya bisa bertambah lagi, termasuk jengkol. Jengkol Sumbar makin laris di provinsi lain termasuk Jakarta.

“Kondisi hari ini saja, beberapa komoditas yang sudah naik di antaranya cabai merah, daging ayam ras, minyak goreng, emas, tiket pesawat udara, gas LPG, rokok filter, gula pasir,” ungkapnya.

Sedangkan, Martoni yang mewakili sekdako selaku Ketua Harian TPID Kota Padang Panjang mengungkapkan, terkait minyak goreng curah juga dibahas dalam HLM tersebut. Diperoleh informasi, produksi dari empat produsen minyak curah yang ada di Sumbar pada dasarnya mencukupi, bahkan melebihi kebutuhan minyak goreng Sumbar. Namun untuk daerah yang jauh, terkendala dengan transportasi karena adanya kelangkaan solar.

“Ke depan akan diupayakan agar minyak goreng sawit curah ini dapat disalurkan melalui distributor yang ada di kabupaten/kota, termasuk di Kota Padang Panjang. Kami minta semua pihak dapat ikut memantau ketersediaan minyak goreng curah ini sehingga tidak terjadi kelangkaan di Kota Padang Panjang,” ungkapnya.

HLM TPID se-Sumatera Barat merekomendasikan, mengintensifkan monitoring harga pangan di semua pasar, berkoordinasi dengan satgas pangan, melakukan operasi pasar murah di provinsi dan kabupaten/kota, monitoring ketersediaan pasokan, monitoring kelancaran distribusi dengan mewaspadai padatnya lalu lintas di bulan Ramadan dan Idulfitri, melibatkan ulama untuk mengimbau masyarakat agar melakukan konsumsi yang tidak berlebihan di bulan Ramadan.(Syafrianto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *