Pengelolaan BUMDes Lowulowu Diduga Sarat Korupsi dan Manipulasi Anggaran

Laporan Jurnalis Sultra: Anton

TOPIKterkini.com, BUTON TENGAH – Sistem dan cara pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Lowulowu, Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga sarat (Penuh dengan muatan) praktek korupsi dan manipulasi anggaran sejak tahun 2015 hingga 2018.

Daftar pertanggung jawaban anggaran kegiatan, tampak besaran anggaran pelatihan komputer senilai kurang lebih Rp 51 juta, namun kenyataannya tidak dilaksanakan.

Hasil penelusuran ulang awak media pada Jumat (05/04/2019), banyak pengakuan warga tentang cara dan praktek pengelolaan anggaran di Desa Lowulowu, Kecamatan Gu yang tidak transparan.

Anehnya, ketua dan bendahara BUMDes pun tidak dilibatkan dalam proses pengelolaan anggaran, padahal seharusnya hal itu sudah menjadi tugas pokok pengurus BUMDes. Anggaran BUMDes sepenuhnya dikelola oleh pihak Pemerintah Desa sejak era 2015 hingga 2018.

Dalam rapat Desa selama ini, ketika warga mempertanyakan besaran anggaran maupun bentuk kegiatannya, Kepala Desa di era 2016 (Muslimin Rifaai) sering membungkam warga dengan suara tegas dan lantang.

“Kalau ada rapat memang selalu kami diberikan kesempatan bertanya, tapi setiap kami bertanya, selalu bahasanya (Mantan Kades Muslimin Rifaai) tidak usah kau bahas itu, saya sudah tau kau punya bicara, selalu bahasanya begitu,” ungkap salah satu warga yang enggan dipublikasi identitasnya.

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Lowulowu, Karim Wendo mengungkapkan bahwa, sejak tahun 2015 dan 2018 kemarin masyarakat awam seringkali keluhkan pengelolaan BUMDes yang tidak transparan. Namun, disamping tidak punya keberanian untuk mengkritik Pemerintah Desa, warga setempat juga bingung, kemana tempat mengadu yang tepat, agar aspirasinya dapat tersalurkan hingga ke telinga Pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum.

“Masalahnya itu kita selaku BPD disini sudah berulang kali melakukan rapat internal antara BPD dan pengurus BUMDes, tetapi pada saat kita rapat itu ada poin-poin yang kita dapatkan ternyata ada permasalahan,” ungkapnya.

Dikatakannya pula, lantaran tidak dilibatkan dalam kegiatan dan pengelolaan anggaran, para pengurus pun tidak memegang SK, sehingga mereka tidak tahu menahu mengenai anggaran BUMDes dari tahun 2015 sampai 2018.

“Jangankan kita mau tanya programnya BUMDes, sedangkan SK nya para pengurus BUMDes saja tidak ada ditangannya mereka, itu pengakuannya saat saya tanya mereka, dari tahun 2015 sampai sekarang, tapi pemilihan pengurus BUMDes saat itu melalui juga musyawarah,” kata Karim.

“Sampai hari ini pengurus BUMDes itu masih atas nama mereka, karena kemarin pak Pj Kades mau ganti itu pengurus BUMDes tapi saya bilang jangan dulu, harus tuntaskan dulu tugasnya yang lama sebelum kita melakukan perekrutan pengurus BUMDes yang baru,” sambungnya.

Disamping itu, Ketua BPD Lowulowu ini juga memaparkan beberapa kegiatan yang tidak jelas arah kegiatan maupun peruntukannya.

“Keterangannya para warga, program BUMDes tahun 2015 itu pengadaan kursi, tahun 2016 itu Simpan-Pinjam sampai 2017 di tahun 2017 kemarin itu di silpakan, yang masyarakat pertanyakan ini tentang dana BUMDes dari tahun 2015 sampai 2017, karena tidak jelas apa kegiatannya, dan itu juga rumor yang beredar di masyarakat,” paparnya.

Diucapkan pula olehnya, beberapa waktu lalu bahkan sempat diberikan usulan kepada Muslimin Rifai (Saat itu masih menjabat Kades Lowulowu), agar para pengurus BUMDes diundang rapat bersama terkait ketidak jelasan BUMDes yang dikeluhkan masyarakat.

“Saya kan sudah pernah itu tanya pak mantan Kades, terkait informasi dari masyarakat bahwa BUMDes itu tidak jelas, kalau bisa kita adakan dulu rapat terkait informasi ini, dia (Mantan Kades Muslimin Rifaai) pun bersuara pada saat itu, sama saja itu kamu kasih malu-malu Pemerintah Desa, sehingga saya langsung berhenti tidak banyak tanya lagi,” ucap Karim, saat menirukan perkataan mantan Kades Lowulowu Muslimin Rifaai.

Ketua BPD Lowulowu ini juga mengaku telah banyak permasalahan yang bertumpuk di Desanya, salah satunya yang sangat membingungkan adalah program pelatihan komputer yang tidak pernah terwujud hingga saat ini, namun dalam laporan pertanggung jawaban anggaran tercantum besaran anggaran kegiatan hingga sebesar Rp 51 juta.

“Kami juga bingung tentang pelatihan Komputer pada tahun anggaran 2017 senilai kurang lebih Rp 51 juta, dalam daftar pertanggung jawaban itu pelatihan komputernya di Balai Desa, tapi kalau kenyataan di lapangan tidak pernah dilaksanakan,” akunya dihadapan awak media.

Publisher: Darman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *