Mencederai Kedaulatan Rakyar

Mencederai Kedaulatan RakyarMencederai Kedaulatan Rakyar
Oleh : Andi Attas Abdullah

 

 

Apakah kita ingin Sulawesi Selatan Mundur, Rusuh dan Berdarah-darah? Tentu tidak. Tapi rekomendasi Panitia khusua (pansus) Hak Angket DPRD Sulawesi Selatan berpeluang menimbulkan kemunduran, rusuh dan berdarah-darah.

Apakah 7 poin rekomendasi Pansus Hak Angket DPRD Sulsel itu sudah melalui kajian hukum, sosial dan politik yang matang? Karena akan berdampak terhadap konflik sosial ditengah-tengah masyarakat.

Karena pasti para pendukung Prof Nurdin Abdullah tidak akan tinggal diam. Mereka akan bergerak secara spontanitas. Apalagi ini sudah berkaitan dengan Siri Na Pacce (Harga diri orang Bugis Makassar, terkhusus Tu Ratea).

Karena mereka menganggap rekomendasi Pansus Hak Angket terkait pemakzulan Gubernur Nurdin Abdullah, adalah penzoliman terhadap Nurdin Abdullah yang notabene putra asal Tu Ratea.

Oleh sebab itu disarankan bagi seluruh anggota DPRD Sulsel dan terkhusus panitia khusus hak angket untuk meninjau kembali rencana rekomendasi yang bertujuan memakzulkan Gubernur Nurdin Abdullah dan malah hanya memberikan saksi pembinaan terhadap Wakil Gubernur Andi Sudirman Sulaiman. Padahal yang membuat “kesalahan” atas terbitnya SK 193 pejabat adalah Wagub Andi Sudirman Sulaiman.

Memang  hak Angket itu adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Sementara kebijakan Pemerintahan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah tidak ada yang melanggar, membuat agaduh dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ditengah-tengah masyarakat, Bangsa dan Negara.

Soal SK 193 pejabat ASN itu adalah kekeliruan wakil Gubenur Andi Sudirman Sulaiman. Karena tidak memiliki kewenangan secara aturan dan undang-undang untuk membuat dan menantangani SK. Lagi Pula SK tersebut telah dibatalkan dengan demikian tidak ada masalah.

Karena memang setiap penerbitan SK selalu diakhir dengan kalimat “Jika terdapat kekeliruan dikemudian hari, maka SK ini dapat ditinjau kembali.”

Poin pemakzulan Gubernur Nurdin Abdullah oleh Pansus Hak Angket, sekalipun belum final, namun “mencederai kedaulatan rakyat Sulsel.” Sebab1.867.303 dari 4.334.359 rakyat Sulsel yang telah menggunakan hak pilihnya, memilih pasangan Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman.

Sedangkan rival Politik Nurdin Abdullah – Andi Sudirman Sulaiman adalah pasangan Nurdin Khalid – Abdul Azis Khahar Muzakkar yang meraih1.162.751 suara. Kemudian disusul pasangan Iksan Yasin Limpo – Andi Muzakkar dan Pasangan Agus Arifin Nu’mang – Tanribali Lamo.

Ketua Pansus hak angket DPRD Sulsel Kadir Khalid adalah adik kandung Nurdin Khalid. Sehingga patut diduga karena kekalahan kakak kandungnya itu, mengambil jalan pintas untuk balas dendam politik melalui hak angket DPRD Sulsel.

Kadir Kahlid sendiri diketahui menjadi caleg lagi periode 2019, namun sudah tidak terpilih lagi. Kalau dibandingkan dengan hak angket DPR RI terkait komisi pemberatan korupsi (KPK) justru mendukung dan menguatkan KPK.

Tapi hak angket DPRD Sulsel yang diketua Kadir Khalid justru ingin menggulingkan pemerintahan yang sah. Patut diduga ada perlakuan tidak adil dari pansus hak angket antara Gubernur dengan wakil Gubernur. Dimana Gubernur direkomendasikan untuk dimakzulkan. Sedangkan Wakil Gubernur hanya pembinaan.

“Ini model pengkhianatan atas legitimasi rakyat oleh oknum anggota DPRD Sulsel. Kita (Rakyat) harus melawan keputusan pansus hak angket DPRD Sulsel itu,”kata Kristian dan beberapa tokoh asal Toraja via chat di group whatsapp.

Mereka akan mengumpulkan kekuatan rakyat untuk menduduki DPRD Sulsel Senin (19/8-2019) besok.

“Walaupun keputusan pemberhentian Gubernur adalah kewenangan Presiden, tapi kita harus memboikot sidang paripurna pansus Hak Angkat Senin besok. Karena ini mencederai kedaulatan rakyat,” tulis anggota group whatsapp lainnya.

Terkait pencopotan pejabat pratama, komisi pemberantasan korupsi (KPK), telah mengakui bahwa pecopotan itu adalah atas rekomendasinya setelah adanya laporan hasik pemeriksaan (LHP) BPK dan Inspektorat.

Kemudian yang diduga melakukan pungutan fee 7’5 % di Biro Pembangunan adalah Jumras sebagaimana pengakuan Andi Irfan dihadapan pansus hak angkat DPRD Sulsel. Artinya jika rekomendasinya untuk membersihkan pejabat yang diduga bermasalah dan penataan pemerintahan yang lebih baik lagi ditubuh Pemprov Sulsel itu hal yang wajar.

Dan jika memang ada bukti-bukti otentik adanya KKN perlu diuji kebenarannya diranah hukum. Karena terindikasi melakukan perbuatan tidak terpuji dengan adanya dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi.

Pansus hak angket tidak bisa hanya berdasarkan pengakuan dari para pihak. Apalagi pihak-pihak yang kontra dengan kebijakan Gubernur Nurdin Abdullah. Tapi harus ada data dan fakta tersurat (Tetulis). Karena kalau hanya pengakuan lisa, tidak ada tertulis maka semua orang bisa bicara dan mengaku-ngaku.

Kecuali Pansus hak angket mendukung dan menginginkan pejabat yang korup? Sulsel tidak bisa dikelola seperti Partai. Apalagi jika partai tertentu itu bisa dinahkodai mantan napi korupsi.

Sebut saja Partai Golkar dan PPP yang sempat terdampak tsunami politik menjelang Pileg, akibat ketua umumnya tertangkap atas dugaan tindak pidana korupsi proyek E-KTP dan Penempatan pejabat di Kemenag RI.

Mestinya para petinggi Partai Politik tidak lagi memasang seorang mantan napi korupsi ditubuh partainya. Karena sekarang rakyat Indonesia sedang perang terhadap prilaku korupsi para oknum elit Politik dan Pejabat pemerintah maupun swasta. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *