Terhitung hari ini, (19-10-2024) menuju (27-11-2024), masyarakat Sulawesi Tengah akan menentukan nasib pemimpin masa depan di pemerintahan dalam kurun waktu 38 hari lagi.
Artinya bahwa saat yang menentukan di hari pencoblosan tersebut, nasib rakyat Sulawesi Tengah bukan hanya sekedar menggantungkan impian dan harapan untuk pembangunan berkelanjutan ditangan pemimpin yang tidak mampu membawa perubahan terhadap keterpurukan ekonomi masyarakat bumi Tadulako ini.
Akan tetapi, masyarakat Sulawesi Tengah juga butuh sosok pemimpin yakni Gubernur dan Wakil Gubernur yang benar-benar energik dan memiliki mobilitas tinggi untuk berperan aktif meningkatkan mutu dan kualitas baik itu SDM dan SDA di negeri khatulistiwa tersebut.
Memiliki visi dan misi yang bukan hanya sekedar menikmati dengan keberlanjutan cerita pembangunan yang pada kenyataannya masih menunjukkan betapa banyaknya masyarakat Sulawesi Tengah yang menderita dalam kemiskinan ekstrem dan berakibat kepada ketidakmampuan pemerintah provinsi Sulawesi Tengah selama ini yang hanya bisa menyodorkan data statistik terjadinya penurunan angka kemiskinan ekstrem.
Padahal kenyataan yang sesungguhnya, ketidakberdayaan pemerintah Sulawesi Tengah untuk berperan aktif dan melahirkan program-program yang mendukung terjadinya peningkatan perekonomian di kalangan masyarakat Sulawesi Tengah.
Disisi lain, keterbatasan atau bahkan mungkin ketidakmampuan pemerintahan provinsi Sulawesi Tengah selama ini mendapatkan dukungan pemerintahan pusat secara berkelanjutan dan berakibat fatal terhadap penyelesaian pembangunan infrastruktur di Sulteng.
Salah satu contoh konkrit adalah, setelah sekian tahun, lintas jalan utama di wilayah Desa Bambuan Tolitoli berkisar 7 km, sama dengan menjalani jalan-jalan persawahan, yang dikala musim hujan dihiasi tanah berlumpur bagaikan kubangan kerbau, hingga banjir yang menggenangi jalan itu.
Dengan kekuatan dan kecanggihan tekhnologi masa kini, tidak ada alasan ini itu yang menyebabkan perbaikan jalan yang mencapai lebih kurang lima tahun itu tidak kunjung selesai.
Itu artinya bahwa, sosok yang menjadi pemimpin atau yang bertanggungjawab di pemerintahan Sulawesi Tengah selama ini, tidak mempunyai bobot dan bibit yang mumpuni dalam berakselerasi melakukan langkah kerja profesional dan mengawal keberlanjutan topangan dana dari pemerintah pusat untuk penyelesaian jalan itu.
Maka ketika konsistensi Ahmad Ali menyambangi berbagai pelosok desa terpencil di Sulawesi Tengah, sejak masa sebelum kampanye dan dimasa kampanye Gubernur ini, tentu saja menjadi energi tambahan yang bersimbiosis terhadap harapan masyarakat yang menaruh harapan akan adanya perubahan menuju kesejahteraan kehidupan dan sisi positif yang juga didapatkan oleh Mat Ali, secara langsung mengetahui situasi dan kondisi berdasarkan kenyataan yang dilihatnya langsung di masyarakat.
Dari beberapa hal ulasan yang telah penulis sampaikan sebelumnya dibeberapa jilid awal, tentu saja sektor infrastruktur menjadi kekuatan utama penyangga perekonomian masyarakat Sulteng menuju kepada kesejahteraan yang sesungguhnya.
Ketika Ahmad Ali memprioritaskan kawasan perdesaan sebagai tolak ukur pembangunan, adalah hal patut dan mulai dipandang sebagai paradigma baru pembangunan nasional. Hal tersebut salah satunya berkaitan dengan pembangunan infrastruktur desa yang juga merupakan bagian dari pembangunan nasional.
Perlunya pembangunan infrastruktur desa di seluruh Sulteng meliputi penyediaan prasarana air minum, irigasi pertanian, drainase, pengembangan jaringan internet dan telekomunikasi, embung dan lain sebagainya adalah suatu hal yang menjadi harapan masyarakat.
Namun begitupun, pembangunan infrastruktur di desa seringkali menemui kendala berupa minimnya partisipasi masyarakat. Sebagai akibatnya, infrastruktur yang telah dibangun tidak termanfaatkan dengan maksimal karena akses masyarakat dalam memanfaatkannya terbatas.
Jika tidak dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan infrastruktur juga dapat menimbulkan rasa kurang memiliki akan infrastruktur yang dibangun sehingga perawatan operasional cenderung banyak dihiraukan.
Maka sangat dibutuhkan pembangunan infrastruktur desa berbasis masyarakat menjadi salah satu langkah strategis yang perlu dilakukan untuk mewujudkan desa yang mandiri.
Masyarakat desa harus dilibatkan sebagai subyek pembangunan sehingga infrastruktur yang telah dibangun berkelanjutan dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat.
Harapan masyarakat Sulteng tentunya infrastruktur yang dibangun ke depan adalah berbasis pada kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat secara sadar mau merawat dan mengelolanya.
Infrastruktur berbasis masyarakat berarti memberikan peran lebih kepada masyarakat untuk mendukung kemanfaatan infrastruktur desa.
Ke depannya, diharapkan masyarakat desa juga dapat lebih mandiri dalam merencanakan dan menggunakan infrastruktur desa.
Kuncinya adalah harus terjalin komunikasi antar pemangku kepentingan. Perlu keterlibatan peran dari pihak – pihak non pemerintah seperti akademisi, swasta, nirlaba dan lainnya untuk mendorong dan memperkuat peran pemerintah.
Akademisi sebagai salah satu fasilitator, peran utamanya tetap masyarakat itu sendiri. Mahasiswa dibutuhkan dalam pemanfaatan media komunikasi yang berbasis teknologi.
Caranya yaitu membuat standar harga dan volume material lokal sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara keuangan dan dimasukkan dalam standar harga satuan pemerintah daerah tersebut.
Sebagai gambaran seringkali desa yang didampingi jauh dari toko material, sehingga jika dipaksakan dengan material lokal maka kualitas infrastruktur yang terbangun perlu diukur kembali.
Kondisi seperti itu membuat material lokal tidak bisa dinilai dengan harga satuan. Oleh karena itu, biasanya penggunaan material lokal dikoordinasikan, dengan pemerintah desa dan kecamatan.
Meningkatnya kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan merupakan salah satu tujuan pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat.
Pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat juga diharapkan dapat mendayagunakan sumber daya dan tenaga kerja lokal dalam pembangunan. Agar berhasil dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat, desa perlu melakukan kemitraan dengan berbagai pihak seperti dengan akademisi, yayasan, swasta dan lain sebagainya.
Gambaran dasar yang penulis sampaikan di atas menjadi skema besar menegaskan bahwa Ahmad Ali dan Abdul Karim Al Jufri yang dengan izin Allah memimpin Sulteng 2024-2029 mendatang, benar-benar mempersiapkan secara kualitatif rencana strategis menuju arah Sulteng Sejahtera yang diimpikan oleh seluruh masyarakat Sulteng.
Oleh : Maulana Maududi ( Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Central Analisa Strategis – DPP CAS / Angkatan 18 Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta)
BERSAMBUNG