TOPIKTERKINI.COM – PANGKEP: UU Perkawinan No 1/1974 Pasal 7 yang mengatur tentang usia minimum untuk menikah telah direvisi dari usia minimum 16 tahun ke 19 tahun.
UU tersebut telah disahkan Presiden Jokowi pada 14 Oktober
2019 lalu.
Mengambil kesempatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), 5 organisasi masyarakat sipil (Aliansi untuk Desa Sejahtera, ASPPUK, Lembaga Mitra Lingkungan, LBH APIK,
Indecon) bersama Oxfam di Indonesia, menggalang kampanye CUKUP! : Bersama Kita Mampu Akhiri
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Perempuan, di Kabupaten Pangkajene Kepulauan
(Pangkep), Sulawesi Selatan, dengan fokus sosialisasi revisi Undang Undang Perkawinan dari usia 16
ke 19 tahun.
Rangkaian kegiatan ini dilakukan di Lapangan Taman Musafir, Pangkejene Kepulauan di acara Car Free Day yang terdiri dari kegiatan olahraga bersama, penampilan tari tradisional, dialog publik dan penandatanganan deklarasi anti perkawinan anak.
Sherli, 19 tahun, anak muda representatif dari program “Empower Youth for Work” dan Youth Hub Desa
Bulucindea mengungkapkan, “Pernikahan dini tidak memikirkan rencana ke depan, anak muda
perempuan harus melanjutkan pendidikan dan pernikahan dini akan lebih berisiko kepada anak muda”.
Hal ini juga ditegaskan oleh Khaedar, 18 tahun, “Sebagai anak laki-laki anak muda harus mengutamakan untuk melanjutkan cita-cita karena kita adalah calon penerus bangsa, kalau bukan kita
siapa lagi”.
Angka pernikahan dini yang tinggi di Kabupaten Pangkep, seringkali disebabkan oleh minimnya peran
orang tua.
Hal ini juga ditegaskan oleh Ibu Khairunisa, selaku perwakilan orang tua dari Pangkep yang menyatakan pentingnya peranan orang tua serta menceritakan bahwa pernikahan dini selama ini terjadi dikarenakan orang tua ingin anak muda cepat mandiri.
Dengan banyaknya orang tua yang mendorong pernikahan dini justru semakin menimbulkan tingginya angka perceraian bukan kemandirian anak
muda.
Sebaliknya, kemandirian anak muda hanya dapat dicapai dengan mendorong anak muda untuk bekerja dan berkarya.
Kabupaten Pangkajene Kepulauan sendiri merupakan salah satu Kabupaten dengan angka perkawinan dini tertinggi di Sulawesi Selatan.
Perlu adanya upaya menyeluruh dan dukungan dari segenap unsur masyarakat baik termasuk LSM untuk mengawal Undang Undang yang sudah menaikkan usia minimum perkawinan dan mendorong anak muda untuk bekerja dan berkarya, sebagaimana diungkapkan oleh Emmy Astuti, selaku konsultan gender dan pemberdayaan perempuan.
Acara ini dibuka oleh Bupati Pangkep Syamsuddin A. Hamid dan juga dihadiri oleh Kepala Dinas DP3A, Hartiny Djafar.
Dalam acara ini ratusan anak muda dari Kabupaten Pangkep, Maros dan Barru berkumpul untuk menyuarakan pencegahan perkawinan anak dan melakukan deklarasi anti perkawinan anak.
Acara ini juga dihadiri oleh Forum Anak Pangkep yang juga aktif menyuarakan anti perkawinan anak16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) 2019
Halida Nufaisa selaku Project Manager “Empower Youth for Work” Oxfam di Indonesia, menyatakan, “Perkawinan usia anak merupakan salah satu faktor terbesar yang menghambat kesempatan anak muda untuk dapat bekerja dan berkarya terutama anak muda perempuan.
Dampak pernikahan dini bisa menyebabkan tingginya kekerasan terhadap perempuan serta semakin tingginya angka pengangguran di usia produktif.
Dengan disahkannya Undang Undang yang menaikkan angka minimum usia perkawinan, kebijakan ini perlu dikawal dan membutuhkan kolaborasi berbagai pihak tidak hanya dari anak muda, tetapi juga orang tua, pemerintah, dan LSM untuk terus aktif mengawal praktek pernikahan usia dini serta mendorong anak muda untuk bekerja dan berkarya di usia produktif.
#Katakan CUKUP! atas Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak JANGAN 16 TAPI 19 TAHUN.
Laporan: Andi Agung Iskandar