Jurnalis Bukan Pemuas, Juga Bukan Coboy

Jurnalis Bukan Pemuas, Juga Bukan Coboy

Catatan Pinggir:
Bahtiar Parenrengi

Siang tak begitu terik. Suasana Kedai tak seramai biasanya. Saya tetap memilih tempat duduk dekat jendela, sementara seorang kawan saya memilih berjauhan.

Sesekali saling menyapa, karena sibuk dengan tugas masing-masing. Ada nuansa lain, tatkala seorang sahabat datang untuk ngejalkot. Kangen katanya. Karena beberapa bulan tak menikmati jalangkote buatan isteri saya.

Sambil menikmati jalangkote dan segelas kopi susu, sahabat saya tak lupa cerita masa lalu saat di kampus. Begitu pun soal politik dan bisnis di kampung tercinta, Bone.

Cerita terus mengalir, hingga soal jurnalistik. Curhat-curhatan pun mengalir. Dan terlihat, di kursi sebelah, yang tak jauh dari tempat kami ngobrol, nampak sahabat se profesi sesekali tersenyum.

Mungkin ada yang sumbang tertengar. Tapi itu nyata dan menjadi masukan yang cukup berarti. Entah mau dijadikan kritik, ataukah ini protes yang berharga untuk dijadikan bahan koreksi yang membangun.

Tak salah memang. Sangat dibutuhkan untuk membawa kita pada profesi yang sebenarnya. Karena jurnalis adalah manusia, maka seyokyanya juga harus memanusiakan manusia. Dan tak lupa juga memanusiakan dirinya.

***
Dua jam, waktu tak terasa siang itu. Bincang santai itu mengalir hangat, sehangat kopi hitam dan jalangkote bundar.

Meracik sebuah berita yang menarik, tentu menjadi impian jurnalis. Menarik, tentu dalam kaidah dunia pers. Sebab dalam UU pers no 40 tahun 1999, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Kalaulah dalam hasilnya tak memuaskan seseorang atau pun kelompok, tentu akan menjadi catatan tersendiri yang berwujud resiko. Sebab pers, jurnalis bukanlah alat pemuas.

Pers secara umum tentu mengandung unsur moralitas dan universalitas. Menurut para pakar pers, Pers memiliki fungsi yang cukup penting dalam penyebaran informasi publik. Secara umum terdapat 5 fungsi pers bagi masyarakat, yaitu sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, kontrol sosial, serta sebagai lembaga ekonomi.

Sebagai media informasi, pers mengolah informasi dengan cepat, tepat, dan menyajikannya dengan menarik. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan atau mengetahui peristiwa terbaru, serta cara mengatasinya dari sumber yang dapat dipercaya.

***
Kami bukan pemuas. Kalimat itu terdengar beberapa waktu lalu. Terlontar dari sahabat saya, yang juga bergelut dalam dunia jurnalistik.

Bukan pemuas, tentu sebuah alasan untuk meyakinkan pembaca. Bukanlah kalimat untuk menyudutkan, tetapi menjadi pelipur lara, karena memang tidak dimaksudkan untuk memuaskan seseorang ataupun kelompok.

Tugasnya adalah penyampai yang santun. Bukan berlagak coboy. Pers menyajikan informasi penting kepada publik. Pers menyuarakan informasi yang terdiri dari beragam jenis informasi. Seperti informasi politik, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, hiburan, atau semacamnya.

Informasi yang disampaikan tersebut merupakan berita yang telah diseleksi, sehingga hanya berita yang penting, berguna, atau memiliki nilai untuk dipublikasikan.

Kakaulah jurnalis berjalan di jalur kittahnya, niscaya tak kita dengarkan celotehan bergaya sindiran, jurnalis coboy. Bak cerita kicauan Almarhum Arsal Alhabsi, Wartawan Coboy.

Kalaulah disadari, maka misi pers akan terwujud, misi untuk ikut mencerdaskan masyarakat, menegakkan keadilan, memberantas kebatilan akan terwujud.

Mungkin itulah harapan sahabatku siang nan teduh itu. Obrolan yang berkah. Karena jurnalis tak lahir begitu saja. Tidak instan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *