Kapitalisme dan Eksploitasi Lingkungan Hidup
Oleh: Rahmat Hidayat
(Mahasiswa Prodi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar)
Kapitalisme merupakan suatu mode produksi yang bertujuan pada pencapayyan keuntungan yang sebesar-besarnya melalui proses produksi dengan menekan biaya seminim mungkin yang diperoleh melalui penekanan upah pekerja. Corak pemikiran atas kepemilikan suatu sarana produksi lahir dari kritikan Adam Smith terhadap sistem feodalisme dan monarkisme yang dirasa sangat merugikan masyarakat dan pasar. Adam Smith menghendaki kebebasan individu bahwa semua orang berhak untuk berdagang bebas, berhak atas peradilan yang tidak memihak dan berhak atas hak milik dan dijamin tidak dirampas oleh pemerintah. Adam smith percaya bahwa persaingan dalam pasar bebas akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Hal ini disebut Adam smith sebagai “Commercial Society”.
Namun persaingan pasar bebas ini menurut Karl marx akan menimbulkan konsekuensi negatif bagi masyarakat karena akan memicu kesenjangan sosial. Sebab Marx sendri beranggapan bahwa pasar bebas hanya menguntungkan segelintir orang hanya menguntungkan bagi kaum borjuis dan para buruh sangat dirugikan lewat mekanisme pasar bebas ini. Menurut Karl marx, mekanisme pasar yang dipegang oleh kaum borjuis dapat mengeksploitasi kaum pekerja yang menjalankan alat produksi demi memdapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeluarkan biaya sangat minim lewat penekanan upah para pekerja.
Maka dari itu, secara tidak lansung kesenjangan sosial akan melebar. Hal ini bukan pilihan mereka sendiri, akan tetapi karena keputusasaan dan ketiadaan alternatif lain untuk mendapatkan pekerjaan. Maka dari itu, kemiskinan yang terjadi di suatu daerah bukan hanya dilihat dari ketiadaan ataupun mereka kekurangan sumber daya, akan tetapi kita juga harus melihat dari sisi historisnya, jangan sampai kemiskinan itu terjadi lewat bagaimana dominasi kaum kapitalis yang merampas lingkungan hidup mereka.
Kapitalisme tidak hanya berfokus pada eksploitasi tenaga kerja saja dalam memperlancar arus kapitalnya, Alam sebagai sumber daya yang mencakup berbagai mahluk di dalamnya, pun juga sebagai alternatif untuk menjaga keberlansungan hidup kita kini telah disentuh oleh kapitalisme. Pemanfaatan sumber daya alam yang didominasi oleh segelintir orang yang menguasai modal telah meminggirkan peran serta masyarakat lain. Hal tersebut dapat memicu proses eksploitasi terhadap alam secara besar oleh kaum pemodal.
Lingkungan hidup memiliki makna yang sangat luas, karena menyangkut keseluruhan interaksi kehidupan alam semesta, seperti halnya antara manusia dengan manusia yang memiliki dampak pada alam, manusia dengan makhluk hidup lain hingga alam secara keseluruhan. Pada konteks interaksi ini manusia memiliki tanggung jawab moral yang begitu besar sebab perilaku manusia kepada alam dan makhluk hidup lain akan sangat menentukan kualitas lingkungan hidup itu sendiri. Namun, suatu warisan dari orde baru yang disebut sebagai Pembangunan Lima Tahun (PELITA) melahirkan suatu gagasan modernitas yang bertujuan untuk mengembangkan sarana industri secara massif. Nah untuk mendukung kebijakan tersebut, berbagai sumber daya alam dieksploitasi sedemikian rupa sehingga mampu mendukung proses industrialisasi sebagai pelopor penggerak utama demi terwujudnya masyarakat modern. Konsekuensinya pasti mengarah pada kerusakan lingkungan hidup dalam skala yang luas.
Menurut data FAO, disebutkan bahwa antara tahun 1976-1980 angka deforestasi mencapai 550.000 hektar/tahun. Jumlah ini semakin meningkat dari tahun ke tahun, yaitu menjadi 1 juta hektar/tahun pada tahun 1980; 1,2 juta hektar/tahun pada tahun 1985; hingga 1,7 hektar/tahun pada 1985-1997. Peningkatan laju deforestasi tersebut berjalan seiring dengan penambahan jumlah pemegang konsesi HPH di Indonesia. Sementara itu, pada Orde Reformasi, angka deforestasi juga masih sangat tinggi, yaitu 3,52 juta hektar/tahun pada periode 1997-2000 dan 1,09 juta hektar/tahun pada tahun 2014-2015. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai penyumbang emisi gas karbon terbesar keenam di dunia.
Lingkungan hidup saat ini terus mengalami proses eksploitasi dengan skala besar seperti halnya hutan di Kalimantan dan Papua yang terus menerus dieksploitasi oleh para korporasi dengan tujuan pengalih fungsian menjadi lahan industri. Aktifitas industri sangat berdampak negatif bagi lingkungan kerena hal tersebut semakin memperparah dan mempercepat arus pemanasan global dan perampasan ruang hidup masyarakat adat yang berdampak pada penghilangan mata pencahariaan bagi masyarakat adat. Data IPBES 2018 juga menyebutkan bahwa setiap tahunnya Indonesia kehilangan hutan seluas 680 ribu hektar, yang mana merupakan terbesar di region asia tenggara. Padahal, alam dan seluruh kekayaan yang ada di dalamnya jika dikelolah dengan baik, maka cukup untuk menghidupi beberapa generasi kedepan. Namun, alam dan seluruh kekayaannya tidak akan cukup bagi tangan-tangan dan ego yang serakah.
Krisis lingkungan hidup ini terjadi karena kurangnya kepekaan antara manusia dengan manusia lain, dan manusia dengan alam lewat logika industrialisasi dan kapitalisasi. Maka dari itu, pembangunan kesadara akan betapa pentingnya alam bagi kita perlu dikembangkan, alam bisa saja hidup tanpa manusia namun manusia tidak ada bisa hidup tanpa alam.
Daftar pustaka:
-Dede Mulyanto,Kapitalisme: Perspektif Sosio-Historis(Bandung: Ultimus, 2010)
-Laily Muthmainnah, Rizal Mustansyir, Sindung Tjahya,Kapitalisme, Krisis Ekologi, dan Keadilan Intergenerasi(Yogyakarta: Muzaik Humaniora, 2020)
-Walhi.ori.id
-Andre Gorz,Anarki Kapitalisme(Yogyakarta: Resist Book, November 2011)