MAKASSAR, TOPIKterkini.com — Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan, diduga terindikasi melakukan bagi-bagi proyek dalam proses pelelangan tender pengadaan pupuk organik.
Pasalnya, proses lelang proyek pupuk organik yang dilakukan Pokja III UKPBJ Sulsel, dalam hal ini proses tender pengadaan pupuk organik kegiatan perluasan tanaman pala dilakukan di tujuh Kabupaten dan Kota di Sulsel telah melabrak ketentuan prosedur para peserta.
Dugaan bagi-bagi proyek dalam proses tender yang tengah berjalan ini, terindikasi ada permainan yang dilakukan oknum pegawai Dinas Perkebunan, oknum Pokja dan juga para pemenang tender lelang. Pihak CV rekanan lainnya menilai ada syarat Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).
“Ini agak janggal, karena dimana perusahaan milik saya itu berada pada urutan kedua dalam pelelangan, apalagi sebelumnya cv kami telah dinyatakan lolos, namun saat sampai ke tahap akhir (teknis) itu dinyatakan ditolak,” kata Syamsuddin Malik pemilik CV. Tiara Syam. Sabtu (27/07/2019).
Dirinya mengaku kepada TOPIKterkini.com, saat itu proses pelelangan dengan harga penawaran, pihaknya berada di posisi kedua setelah urutan pertama saat itu di posisikan CV Putra Jentak.
“Inikan tidak afdal, artinya apa, ini salah satu indikasi permainan yang dilakukan oknum tak bertanggung jawab di dalam, dalam hal ini panita penyelenggara,” tambah Syamsuddin Malik.
CV. Tiara Syam memasok harga penawaran itu senilai Rp. 891.000.000,00. Sementara rekanan dari CV. Putra Jentak Rp. 871.884.000,00.
Sementara itu, diketahui para pemenang tender bersifat sementara itu yakni datang dari CV. Ali Akbar Jaya, CV. Flying Fox, dan CV. Ais Pratama. Ketiganya diketahui berada di peringkat 03, 05, dan, 06 dalam proses nomor uratan peserta pelelalangan tender.
Ketiga CV tersebut diduga telah melakukan rekayasa data saat proses pelelangan. Pasalnya ketiganya masing-masing mamatok harga penawaran senilai, Rp. 923.076.000,00 (CV. Flying Fox), Rp. 983.340.000,00 (Al Kautsar), dan CV Ali Akbar sendiri Rp. 994.356.000,00.
“Itu sudah jelas, data tersebut jauh dari harga penawaran yang kami ajukan ke panitia penyelanggara lelang tender pupuk, dan ini sifatnya sudah tidak sesuai prosedur,” tegasnya.
Perusahaan kami, tambah Syamsuddin digugurkan oleh Pokja dengan alasan uji efektivitas pupuk organik. Dimana kami sampaikan adalah, uji efektivitas tanaman pangan, bukan tanaman perkebunan.
“Saya akui uji efekitivitas pupuk organik memang betul, memang untuk tanaman pangan seperti, Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang-kacangan dll,” aku Syamsuddin.
Ia menganggap, Pokja tidak melakukan eveluasi dokumen secara detail yang sifatnya merugikan. Dirinya meminta kepada panitia penyelanggara dalam hal ini Pokja III memanggil seluruh rekanan peserta tender agar mengedepankan asas transparansi dan mengumumkan di depan rekanan peserta.
Pokja juga telah melakukan pelanggaran hukum, dengan menyatakan dokumen uji efektivitas yang di uploud pihaknya tidak memenuhi persyaratan.
“Sepengetahuan saya, di Sulawesi Selatan belum ada produsen atau distributor pupuk organik yang mempunyai uji efektivitas perkebunan khususnya tanaman Pala, kami minta untuk dipanggil semua rekanan dan terbuka untuk memperilhatkan datanya didepan seluruh rekanan” katanya.
“Rata rata produsen atau Distributor pupuk organik di Sulsel hanya memiliki uji efektivitas tanaman pangan, untuk mempercepat keluarnya izin dari Kementerian Pertanian. Jika uji efekvititas Perkebunan khusus pala, maka izin dari Kementerian pertanian, sangat sulit untuk dikeluarkan,” tambahnya lagi.
Menyikapi hal itu, pihaknya menilai Pokja tidak transparam dalam menjalan tugas wewenangnya sebagai panitia penyelenggara. Pokja juga telah melanggar Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Untuk itu, kata Syamsuddin, meminta pihak Pokja agar lebih transparan memperlihatkan dokumen uji efektivitas perkebunan khususnya tanaman pala yang dimiliki pihak pemenang tender tersebut.
Pihaknya juga mengecam keras proses tender berdalih tidak tranpsaran itu telah menyampaikan surat sanggahan kepada Gubernur Sulsel, Kejaksaan Tinggi Sulsel, PPK Perkebunan, PA/KPA Perkebunan, Inspektorat Daerah Provinsi Sulsel, dan juga Ombudsman RI Provinsi Sulsel.
“Kami minta transparansi-nya bagi penyelanggara, ini merugikan kami, dan menciderai pemerintahan eranya Gubernur yang dianggap bersih oleh masyarakat. Jika permintaan nantinya kami tidak diindahkan, terpaksa kami tempuh jalur hukum dan melaporkan ke Dit Reskrimsus Polda Sulsel,” pungkasnya.
Hingga saat ini, Plt (penjabat) Kepala Biro Pembangunan Provinsi Sulsel, Haikal Hasan saat dikonfirmasi WhatsApp tidak menyikapi hal tersebut.
Dirinya menjabat setelah Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah telah memecat Jumaris sebagai Kepala Biro Pembangunan sulsel, yang saat ini hangat diperbincangkan publik terkait beberapa proses tender yang merugikan sepihak. Kasus itu terungkap saat menjalani sidang Hak Angket Daerah di DPRD Provinsi Sulsel.
Laporan Jurnalis Makassar : IKRAM