Pada masa pemerintahan Aputappareng Raja Bulo-Bulo ke-5 yang digelar Ruttung’ngi Tana Maniang sekitar awal abad ke-14 memperluas wilayah kerajaan Bulo-Bulo dengan menaklukkan tanah wilayah selatan atau “ruttungngi tana maniang” (Bulukumpa dan sekitarnya) serta menaklukkan Turungeng pada tahun yang sama, bahkan wilayah kekuasaan Kerajaan Bulo-Bulo saat itu membentang sampai ke Tanah Garassi hingga Tanjong Bulo-Bulo (wilayah Jenneponto sekarang) yang merupakan hadiah dari Raja Gowa To Mapparisi Kallona setelah pasukan Bulo-Bulo berhasil mengalahkan dan mengusir pasukan Demak dari Gowa.
Pada masa pemerintahan La Mappasoko Raja Bulo-Bulo ke-6 yang digelar To Mano’e Tanru’na memperluas wilayah kerajaan Bulo-Bulo ke arah utara dengan menaklukkan tanah utara atau “ruttung’ngi tana manorang” (Salomekko dan sekitarnya).
Keberhasilan La Mappasoko menaklukkan tana utara semakin menguatkan posisi Persekutuan Tellulimpo-E
sebagai daerah penyanggah (buffer staat) dua Kerajaan besar yang berseteru saat itu, yaitu: Kerajaan Bone di sebelah utara dan kerajaan Gowa di sebelah selatan, karena posisinya berada di antara dua kerajaan besar yakni Kerajaan Gowa di selatan dan kerajaan Bone di utara
Maka pada tahun 1564 La Mappasoko bersama-sama Yottong Dg. Marumpa Raja Tondong ke-8 dan La Paddenring Arumpalie Raja Lamatti ke-8 berusaha mempertemukan kedua kerajaan tersebut, Akhirnya pada bulan Pebruari tahun 1564 kedua kerajaan tersebut berhasil dalam suatu perjanjian perdamaian yang disebut “Perjanjian Topekkong (Lamumpatue ri Topekkong), Kerajaan Gowa diwakili oleh Manggorai Dg. Mametta, sedangkan Kerajaan Bone diwakili oleh La Tenri Rawe Bongkangnge.