Kerajaan Bulo-Bulo bersama-sama Karaeng Galesong, Karaeng Polongbangkeng dan Karaeng Bontomarannu menolak perjanjian Bongaya, yang memicu kembali perang Makassar kedua pada tahun 1668 dan berakhir dengan direbutnya Benteng Sombaopu oleh Belanda pada tahun 1669 yang mengakhiri perang Makassar kedua.
Kekalahan peperangan Makassar kedua yang dialami oleh aliansi Kerajaan Bulo-Bulo, Karaeng Galesong, Karaeng Polongbangkeng dan Karaeng Bontomarannu pada tahun 1669 mengakibatkan Karaeng Galesong meninggalkan Makassar pada tahun 1671 sementara Kerajaan Bulo-Bulo dipaksa bergabung dengan Kerajaan Bone sebagai pimpinan sekutu Kerajaan Bugis pada tahun 1670.
D. Persekutuan Tellulimpo-E
Dalam melawan Pemerintah
Hindia Belanda.
Peralihan kekuasaan dari Inggris ke Belanda di Sulawesi-Selatan pada bulan Oktober tahun 1818 membawa perubahan dalam konstalasi kekuasaan para kerajaan yang ada di Sulawesi-Selatan.
Pada tanggal 9 Oktober 1824 Belanda memaksa Raja-raja di Sulawesi-Selatan untuk memperbarui Perjanjian Bongaya tahun 1667, sehingga 1824 Gebernur Jenderal Hindia Belanda Van de Capellen di Batavia mengirim utusan ke Bulo-Bulo untuk membujuk I Cella Tadangpalie (Raja Bulo-Bulo ke-20) agar menerima dan memperbaharui perjanjian Bongaya, tetapi I Cella menolak yang memicu perang Mangarabombang 1825-1861.
Setelah melalui peperangan yang cukup panjang sekitar 36 tahun Belanda berhasil merebut Benteng Mangarabombang dan Benteng Balangnipa pada tahun 1859.
Walaupun terjadi perlawan yang dilakukan oleh Baso Kalaka dengan cara bergerilya, tetapi berhasil dipadamkan oleh Belanda tahun 1861.