TOPIKTERKINI.COM™ – HALTENG | Sepertinya ada sesuatu dan lain hal yang dipikirkan para wakil rakyat kita ini sehingga tak hadir dalam rapat permasalahan sengketa lahan Kuasa Pertambangan (KP) nikel bersama masyarakat lingkar tambang dan Dewan Adat Sangaji Were, ada apa.
Hal ini disampaikan Ongen Burnama terkait tak hadirnya sejumlah anggota DPRD Halteng dalam rapat permasalahan sengketa lahan KP tambang nikel bersama warga lingkar tambang dan Dewan Adat Sangaji Were Kamis, (15/4/20) siang tadi,” tandasnya.
Sangat disesali sikap para wakil rakyat Kabupaten Halmahera Tengah yang tidak hadir dalam rapat bersama warga masyarakat dan dewan adat siang tadi. Padahal, DPRD Halteng sudah disurati oleh dewan adat beberapa kali,” jelasnya.
Selain itu, rapat itu juga tidak dihadiri oleh pihak perusahaan, dalam hal ini PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), PT. Weda Bay Nikel. PT. Tekindo Energi, PT. Bakti Pertiwi Nusantara (BPN), dan PT. Shanghai, sehingga terkesan ada unsur kesengajaan untuk menghindari aspirasi masyarakat Kabupaten Halmahera Tengah.
“Kami mengambil jalur lewat Kesultanan Tdore dalam hal ini Sangaji Were sebagai perpanjangan tangan untuk menyampaikan keluhan masyarakat lingkar tambang dan langsung menyurat beberapa perusahaan dan PT. IWIP di site janjung Ulie,” ujarnya.
Sikap yang dipertunjukan para wakil rakyat (anggota DPRD) dan para perusahaan ini sangat melukai perasaan warga masyarakat Kabupaten Halmahera Tengah. Selain itu kata Ongen Burnama, kinerja wakil rakyat yang tak bertaring terhadap pelaku investor dibidang pertambangan di Halteng,” akunya.
Ongen juga menambahkan, sebelum di anggendakan pertemuan di Gedung DPRD Halteng, dirinya sudah melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Kesultanan Tidore. Alhasil, Perdana Menteri menyampaikan bahwa semua permasalahan terkait lahan telah dikembalikan kepada Sangaji Were.
“Bahwa masyarakat lingkar tambang wilayah kerjanya Sangaji Were dan dibawah pengawasan Qimalaha, wilayah tersebut menurut kronologis sejarah bahwa masyarakat sudah mendiami daerah tersebut ratusan tahun yang lalu. Artinya, masyarakat lingkar tambang berhak mendapat hak ulayat. “Bunyi surat dari Kesultanan Tidore yang diterbitkan pada hari Senin (23/3/2020) lalu,” terangnya.
Disisi lain, Ongen juga merasa kesal terhadap sikap DPRD Halteng yang sampai sejauh ini tidak ada kejelasan tentang pembentukan tim Panja untuk menyelesaikan perkara sengketa lahan di bumi Fagogoru.
“Kami mencurigai bahwa saat DPRD belum membentuk tim Panja. Kalaupun sudah di bentuk, pastinya mereka sudah menanggapi permasalahan ini. Kami juga ingin tau siapa anggotanya. Padahal pada saat pembentukan tim itu sudah jelas ada biaya, tentu uang rakyat,” pungkasnya.
“DPRD sudah menjanjikan itu, bahwa setelah terbentuk mereka akan menyampaiakan ke kami. Tapi ternyata tidak ada, maka kami ingin tau sampai kapan proses itu agar kami tidak menunggu. Sampai sejauh ini tidak ada kejelasan pembentukan tim panja oleh DPRD Halteng,” tutupnya.
Reporter : Lamagi La Ode